Kebutuhanmasyarakat akan alat kesehatan yang menunjang dimasa pandemi Covid-19 semakin meningkat. 4 Alasan Hotman Paris Mundur dari PERADI, Bukan Hanya Ucapan Otto Soal Kode Etik, Lebih dari
IniAlasan Masyarakat Pilih Anies Baswedan Agar Jadi Presiden 2024. Tasmalinda Rabu, 03 Agustus 2022 | 18:10 WIB Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kepulauan Riau, Mohammad Bisri mengatakan meskipun hingga saat ini belum terdeteksi varian baru subvarian Omicron BA.4 dan BA.5.
Informasilengkap Jurusan Kesehatan Masyarakat: Ulasan, Mata Kuliah, Prospek Kerja, Pengalaman Mahasiswa, serta Kampus yang menyediakannya. sebelum kamu memilih kampus, tidak ada salahnya untuk mengenal lebih dalam (perbedaan kualitatif vs kuanitatif), desain dan ciri penelitian kualitatif, alasan penggunaan metode kualitatif
cash. Oleh Dr. Eddy Wiria, PhD Berobat ke luar negeri tidak asing bagi sekelompok masyarakat Indonesia. Mereka memilih ke luar negeri karena berbagai alasan, mulai dari mencari teknologi tertentu hingga mencari keahlian spesialis tertentu, sebab tidak ada pilihan layanan kesehatan yang sesuai di daerah tempat mereka tinggal. Ada pula yang mencari pengobatan di luar negeri, karena kecewa pada layanan kesehatan di dari Bapak Presiden yang merasa sedih, jika ada warga negara Indonesia yang memilih berobat ke luar negeri ketimbang di dalam negeri, memang ada betulnya Kompas 9 Agustus 2022, Warta Ekonomi 10 Agustus 2022. Sebenarnya, mengapa layanan kesehatan kita tidak bisa seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Jepang atau Amerika Serikat? Apakah yang menjadi masalah? Baca juga TBC Bisa Diobati dan Gratis, Ahli Tegaskan Pasien Jangan Mangkir Berobat Untuk pembiayaan kesehatan, melalui jaminan kesehatan BPJS, jangkauan untuk mendapatkan layanan kesehatan sudah lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Bagi orang-orang yang memiliki kemampuan ekonomi lebih dan bisa memilih, mereka membutuhkan bentuk layanan yang juga mengutamakan kepuasan servis, sehingga ada yang berpindah provinsi atau mencari bantuan ke luar beberapa hal sederhana yang dari pengamatan saya sepertinya bisa kita tingkatkan, bisa menjadi diskusi, serta perhatian kita bersama 1. Pemerataan kualitas tim nonmedis, paramedis, dan medis misalnya dokter, perawat, apoteker, laboratorium, fisioterapis, bahkan tenaga kebersihan, keamanan dan penyedia makanan di rumah sakit. Apakah perawat-perawat kita juga memiliki standar yang terbaik, sehingga bisa menjadi partner dokter dan memberikan layanan terbaik di berbagai rumah sakit atau sentra layanan di Indonesia? 2. Aksesibilitas kemudahan mendapatkan layanan kesehatan, sistem rujukan yang baik, kecepatan mendapatkan layanan sesuai dengan skala prioritas. Kemampuan berkomunikasi dan waktu yang diberikan oleh tenaga medis kepada pasien atau klien juga perlu menjadi sorotan. 3. Harga beberapa obat dan alat kesehatan konon masih diimpor dan mendapatkan bea masuk yang tinggi, sehingga harga yang perlu dibayarkan oleh pasien lebih tinggi dari pada bila membayar alat dan obat yang sama di luar regulasi obat supaya obat me too tidak terlalu banyak dan melambungkan harga jual? Baca juga Melakukan Perjalanan ke Luar Negeri Dapat Menyebarkan Resistensi Antibiotik, Kok Bisa?
PendahuluanSaat ini penggunaan pengobatan alternatif semakin banyak diminati, salah satu diantaranya adalah pengobatan alternatif bekam. Selain biayanya relatif murah dan juga karena perawatan media konvensional yang didukung peralatan canggih tidak bisa menjawab semua kebutuhan masyarakat dalam bidang kesehatan, banyak cerita-cerita atau kejadian-kejadian di tengah masyarakat yang membuat banyak orang berpaling kepada pengobatan alternatif. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi sikap masyarakat dalam memilih pengobatan alternatif bekam yaitu faktor ekonomi, faktor budaya, faktor psikologis, faktor pribadi masyarakat, faktor sosial, dan faktor pengetahuan. MetodeTujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sikap masyarakat dalam metode penyembuhan alternatif bekam. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan survey analitik dengan metode cross sectional study. Penarikan jumlah sampel dengan teknik accidental ...
Hello Health melakukan riset melalui survei untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap vaksin di delapan negara, termasuk Indonesia. Vaksinasi atau imunisasi adalah metode sederhana, aman, dan efektif untuk mencegah dan melindungi tubuh dari penyakit berbahaya. Prosedur medis ini akan melatih sistem kekebalan tubuh membentuk antibodi, sama halnya seperti ketika tubuh terpapar penyakit. Namun, vaksin yang umumnya terbuat dari bibit penyakit bakteri atau virus yang sudah dilemahkan atau mati ini tidak akan menyebabkan penyakit itu sendiri pada tubuh manusia. Meski efektif dan aman, sebagian kalangan nyatanya masih ragu untuk memperoleh vaksin. Memperingati Pekan Imuninasi Sedunia 2022, Hello Health telah melakukan survei untuk mengetahui persepsi dan pengetahuan masyarakat akan vaksinasi orang dewasa. Survei ini melibatkan pembaca Hello Health yang tersebar di delapan negara, yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, Kamboja, Taiwan, dan India. Ketika mendengar kata βvaksinβ, sebagian besar responden telah menunjukkan persepsi positif. Mereka pada umumnya telah memahami manfaat dan cara kerja vaksin. Ambil contoh masyarakat Indonesia yang memilih untuk ikut program vaksinasi dengan alasan kesehatan meski takut terhadap jarum suntik. Responden asal Indonesia juga telah memahami bahwa vaksin membantu meningkatkan sistem imun untuk melawan penyakit sekaligus mencegah penularannya pada orang lain. Bahkan, masyarakat Thailand mengganggap vaksinasi sebagai bentuk tanggung jawab sosial. Dengan mengikuti vaksinasi, artinya seseorang telah melindungi komunitasnya dari risiko terkena infeksi dan komplikasi, termasuk kematian. Meski begitu, beberapa responden juga memiliki persepsi negatif terhadap prosedur vaksinasi. Sebagian masyarakat Taiwan mengatakan bahwa efek vaksinasi berlebihan sehingga memicu ketakutan dan ketidaknyamanan pada penerimanya. Walaupun tahu bahwa vaksin baik bagi kesehatan, masyarakat Kamboja juga tetap khawatir akan efek samping dan masalah kesehatan yang timbul setelahnya. Sementara itu, sebagian masyarakat Vietnam juga mengeluhkan harga vaksin yang relatif mahal. Mau ikut vaksinasi atau tidak, apa alasannya? Survei pembaca Hello Health juga ingin mengetahui alasan apa saja yang mendasari keputusan seseorang untuk ikut atau tidak dalam program vaksinasi. Menurut semua responden yang tersebar di delapan negara, sekitar 56β84% memilih ikut vaksinasi untuk melindungi diri dan orang di sekitarnya dari penyakit berbahaya. Tanpa vaksinasi, seseorang lebih berisiko mengalami sakit parah atau komplikasi yang mengancam nyawa akibat penyakit seperti campak, polio, dan hepatitis. Badan Kesehatan Dunia WHO memperkirakan vaksin pada bayi dan anak-anak saja mampu menyelamatkan lebih dari 4 juta nyawa setiap tahunnya. Selain alasan tersebut, 4 dari 5 orang di Indonesia juga memperoleh vaksin demi memperkuat sistem imunnya. Bahkan, 1 dari 2 orang percaya vaksin bisa menjaga dirinya tetap sehat. Responden juga ditanyakan mengenai alasan mereka untuk tidak mengikuti program vaksinasi. Pada umumnya, 44β75% responden dari seluruh negara masih mengkhawatirkan efek samping vaksin sehingga tidak mau mengikuti program ini. Vaksin mirip obat pada umumnya. Ia dapat memicu efek samping ringan, seperti demam, nyeri, atau kemerahan pada bekas area suntikan yang akan hilang dalam beberapa hari. Efek samping yang parah dan bertahan lama sangat jarang terjadi. Dokter pada umumnya akan membantu memantau kondisi tubuh pasien pascavaksinasi. Rasa takut atau fobia jarum suntik 38% dan vaksin belum beredar cukup lama 14% juga jadi alasan lain bagi masyarakat Indonesia untuk tidak ikut vaksinasi. Harga vaksin yang relatif mahal juga menjadi alasan lain yang banyak dipilih. Hal ini ditemukan pada responden Vietnam 30%, Filipina 21%, Malaysia 17%, dan India 13%. Sejumlah vaksin, khususnya vaksin orang dewasa, tidak dijamin atau disubsidi oleh pemerintah. Kondisi inilah yang bisa membuat masyarakat enggan ikut vaksin, terlebih saat cukup banyak uang yang perlu dipersiapkan untuk mendapatkannya. Kesadaran vaksinasi orang dewasa perlu ditingkatkan Selain imunisasi dasar lengkap untuk bayi dan anak-anak, orang dewasa juga perlu rutin mendapatkan beberapa jenis vaksin lain, meliputi influenza, pneumokokus, hepatitis A, hepatitis B, difteri, pertusis, dan tetanus DPT, campak, gondong, dan rubela MMR, haemophilus influenza tipe B HiB varisela cacar air, dan meningokok. Di Indonesia sendiri, ada 1 dari 3 orang 29% yang mengetahui rekomendasi vaksin dewasa. Angka ini terbilang lebih rendah dari daripada negara-negara Asia Tenggara lainnya, termasuk Malaysia 31%, Vietnam 37%, dan Filipina 45%. Hanya ada 3% masyarakat Indonesia yang belum mengetahui tentang vaksinasi orang dewasa. Dari sekian jenis vaksin orang dewasa, pneumokokus, meningokok, dan haemophilus influenza tipe B HiB menjadi yang paling jarang diketahui oleh rata-rata responden. Ada pula jenis vaksin lain yang jarang diketahui lainnya, yakni varisela di Kamboja 31% dan hepatitis A di Taiwan 9%. Uniknya, vaksin orang dewasa, seperti vaksin herpes zoster dan HPV human papillomavirus yang diberikan pada usia tertentu lebih kurang diperhatikan oleh sebagian besar responden. Vaksin herpes zoster direkomendasikan untuk orang berusia 50 tahun ke atas untuk mencegah herpes zoster cacar api. Sementara itu, vaksin HPV direkomendasikan bagi wanita berusia 18β26 tahun untuk mencegah kanker serviks. Menurut survei Hello Health pada pembaca di Indonesia, hanya ada 18% responden yang tahu tentang vaksin herpes zoster dan 16% responden yang tahu tentang vaksin HPV. Sementara itu, tingkat kesadaran tertinggi dimiliki oleh pembaca di Vietnam, dengan 31% responden tahu tentang vaksin zoster dan 45% tahu tentang vaksin HPV. Pandangan masyarakat tentang vaksin COVID-19 Program vaksin COVID-19 telah mulai dilakukan oleh pemerintah sejak Januari 2021. Presiden Joko Widodo menjadi penerima vaksin Sinovac untuk pertama kali. Walaupun telah mulai diberikan, banyak masyarakat pada saat itu masih bertanya-tanya tentang keamanan dan efek samping dari vaksin COVID-19. Hal ini terbukti dari riset yang dilakukan Center for Digital Society CfDS Fakultasi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada pada Februari 2021. Survei ini menemukan ada sekitar 49,9% dari total responden yang menolak untuk menjadi penerima vaksin COVID-19 dosis pertama. Gencarnya seruan kelompok yang menolak vaksin di media sosial ini memengaruhi pandangan awal masyarakat tentang program vaksinasi COVID-19. Meski begitu, pandangan masyarakat Indonesia pada akhirnya kian berubah seiring terbuktinya manfaat vaksin untuk mencegah penularan dan komplikasi akibat SARS-CoV-2. Data Vaksinasi COVID-19 Nasional dari Kementerian Kesehatan RI menunjukkan 80 dari 100 penduduk sasaran vaksinasi 95,48% memperoleh dosis pertama hingga Sabtu 23/4. Selain itu, terdapat pula 78,70% sasaran vaksinasi yang memperoleh dosis kedua dan baru 16,76% lainnya yang memperoleh vaksin dosis ketiga booster. Keberhasilan vaksin dalam melawan pandemi COVID-19 juga mengubah persepsi masyarakat terhadap pentingnya vaksinasi pada orang dewasa. Survei Hello Health dalam memperingati Pekan Imuninasi Sedunia 2022 menemukan 95% dari responden kini melihat pentingnya vaksin secara umum setelah pandemi COVID-19. Bahkan, sebanyak 84% responden mempertimbangkan untuk memperoleh vaksin dewasa ke depannya. Pada dasarnya, vaksin menjadi cara aman dan efektif untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dalam melawan penyakit berbahaya. Vaksin juga mampu melindungi orang-orang terdekat dari risiko terpapar penyakit dan komplikasi yang ditimbulkannya.
alasan memilih kesehatan masyarakat